Senin, 27 September 2021

Mengenang Mas Agus Sunyoto

 Mas agus sunyoto yang kami kenal.

Awal saya mengenal beliau itu melalui buku suluk Abdul jalil. Saat itu dalam sebuah diskusi seorang sahabat menceritakan tentang karya beliau itu. Saat itu saya kemudian mengumpulkan uang daku untuk membeli buku itu. Dan akhirnya saya bisa mendapatkannya dan menikmati setiap kata dan kalimat buku suluk abdul jalil jilid 1.

Yang membuat saya penasaran adalah perspektif beliau yang berbeda dengan kebanyakan dalam melihat sosok yang terkenal dengan manunggalin kawulo gusti yakni syekh siti jenar.

Ketertarikan saya pada sosok mas agus sunyoto adalah ketika beliau menyampaikan materi pada PKL di Lampung. Saya sebagai mulai menyimak setiap kata dan kalimat yang beliau sampaikan yang mengupas tuntas tentang sejarah nusantara yang tidak banyak diketahui. Saya tambah tertarik lagi ketika beliau dihadirkan pada saat itu di Jambi. Beberapa malam bersama beliau membuat saya menjadi yakin untuk menduplikasi perspektif belaiu dalam memandang setiap fenomena. 

Terakhir kali mendengar wejangan dan bersalaman dengan beliau adalah pada 2018 lalu. Saat itu beliau dihadirkan di metro bersama mas jadul maula. Dengan membawa 3 putra putri kami yang masih kecil2, kami membantu menyiapkan tempat di pelataran rusunawa di pinggiran kota metro. Antusiasme warga metro dan Lampung timur ternyata sangat tinggi untuk mendatangi acara tersebut. Saya kira ini membuktikan betapa besar cinta masyarakat Indonesia. Beberapa orang pedagang di pasar templek 38, pasar ini berada tepat di depan gubuk kami, mengaku sangat tertarik dengan kajian beliau yang telah diaksesnya melalui laman YouTube.

Kekaguman kami tak terhenti pada sisi ketinggian ilmu yang beliau miliki tetapi juga pada performance dan sikap tawadhu beliau. Falsafah pada semakin berisi makin menunduk. Saya kira sikap itulah yang nyaris diabaikan para ilmuan sekarang ini. Tutur kata yang santun dan jauh dari tendensi menggurui. 

Catatan ibu: Anak yang selalu kecil di mata ibu

 
        Orangtua terutama ibu seringkali merasa anak-anaknya masih kecil padahal mereka sudah dewasa. Kenapa ya? Sekarang anak-anakku sudah duduk di dasar, artinya mereka sudah tumbuh bertambah dewasa. Tapi seringkali terbersit rasa kangen ingin melihat anaknya tertawa ceria dan berlarian khas anak-anak. Ingin lagi melihat anaknya merengek sekedar minta jajan seharga rp.1000. inilah yang saya rasakan sekarang.
        ‌Jika saya hubungkan dengan fenomena yang saya ceritakan pada awal pembuka cerita ini, mungkin saja cukup relevan. Ayah dan ibu sering memperlakukan putra putrinya bak anak kecil. Selalu menjaga, mengatur setiap tindakan, langsung menegur dan mengarahkan pada yang benar versi orangtua. Bagi beberapa anak merasa nyaman saja dan bukan masalah. Tapi sebagian yang lain perlakuan seperti ini, seolah menunjukkan bahwa orangtua tidak memberi kepercayaan. Padahal sang anak merasa ia sudah dewasa dan tidak lagi membutuhkan arahan orangtua dengan perspektif yang ketinggalan jaman. Ia anak milenial sedangkan orangtua hidup di jaman kolonial. Tentu akan jauh berbeda kehidupan dan persoalan yang muncul dengan perbedaan zaman yang cukup mencolok.
        Dengan demikian ada kejadian "asymmetric information" yakni keinginan yang nggak nyambung dan terputus antara orangtua dan anaknya. Lalu bagaimana solusinya?
        Bagi saya sebagai orang tua kekinian, penting rasanya untuk memahami terlebih dahulu pola pikir, cara pandang anak-anak kekinian. Dengan demikian kita akan bisa masuk dalam perspektif mereka dan memberikan arahan sesuai dengan kebutuhan mereka kini. Bagi saya anak-anak adalah titipan Tuhan, yang harus kita jaga dan rawat sesuai dengan keinginan tuhan. Persoalannya adalah kita tidak pernah tahu keinginan dan rencana Tuhan untuk anak tersebut apa. Akan dijadikan apa? Atau akan ditemukan dengan masa yang seperti apa? Kita orang tua yang notabene merasa anak-anak adalah darah daging dan bagian dari hidup kita juga tidak pernah tau. Sehingga penting bagi orangtua untuk menjaga anak dengan istilah "ketika anak berjalan di jalanan, tugas orangtua adalah berada di samping kanan dan kirinya untuk memastikan tidak terjadi apa-apa yang membahayakan anak dan bisa menyurutkan langkah anak menuju Tuhannya".

Jumat, 15 Mei 2020

Bahan Diskusi; Peluang dan Tantangan Bisnis ditengah Pandemi Covid-19

       Pada kesempatan ini saya tidak akan memaparkan kondisi terkini covid-19 di Indonesia, juga tidak akan menampilan prediksi ekonomi Indonesia yang akan terus memburuk pada masa pandemi covid-19. Hal ini saya lakukan bahwa informasi tersebut, jika kita ikuti secara terus menerus akan turut menurunkan daya optimisme saya menghadapi kondisi yang memang sudah tak terkendali. Maka saat ini saya fokus membangun optimisme hidup, selalu menebarkan energi positif serta berharap kondisi yang serba sulit ini segera membaik. Untuk bangsa Indonesia, untuk rakyat Indonesia, untuk masa depan yang gemilang.      
       Pandemi Covid-19 ini memberikan banyak perubahan dalam tatanan sosial maupun ekonomi Indonesia bahkan dunia. Perubahan demi perubahan telah membentuk pola baru, kenormalan baru yang disepakati banyak pihak. Setiap orang dilarang berkerumun dan berkumpul (social distancing) mengakibatkan kebijakan baru bekerja  dari rumah, belajar dari rumah dan beribadah dari rumah. Artinya dahulu normalnya orang lebih sering bekerja di luar rumah, kini kebijakan work from home (bekerja dari rumah) menjadi kenormalan baru, demikian dengan sekolah dan beribadah.
       Kebijakan social distancing ini tentu sangat berpengaruh terhadap bisnis disekitar tempat kerja, sekolah dan rumah ibadah. Biasanya ketiga area inilah yang juga menjadi salah satu jantung perekonomian dan tempat mengais rezeki. Selain bisnis disekitar ketiga tempat tersebut, kini telah banyak yang gulung tikar alias tidak dapat beroperasi sama sekali. Tidak hanya menghantam Bisnis UMKM tapi persoalan ini juga menghantam bisnis skala besar misalnya bisnis hotel dan penginapan, bisnis pariwisata, bisnis tenda pesta, bisnis rias pengantin, bisnis salon kecantikan dan masih banyak bisnis lain yang terdampat adanya kebijakan social distancing.
       Menyoal bisnis dimasa pandemi, dulu keberlanjutan bisnis ditandai dengan lokasi yag strategis, kini bisnis dapat dilakukan dari mana saja termasuk dari rumah. ini juga kenormalan baru (new normal). Kenormalan baru (new normal) ini sesungguhnya menuntut setiap orang untuk menemukan cara baru, menghadapi kendala dan tantangan baru, namun juga sekaligus menemukan peluang baru. agar apa yang dilakukan menjadi lebih efektif dan efesien. Cara baru, itu merubah paradigma dan cara kerja -wabil khusus bisnis- dari offline menjadi online. Peluang baru, bahwa kita sedang memasuki ruang baru yang masih sangat cair, semua pembisnis berpeluang mendapat konsumen yangtak terbatas oleh ruang dan waktu. Tantangan baru, bahwa kondisi sekarang ini menciptakan keterbatasan bertemu dengan konsumen, kesulitan dalam penggunaan teknologi informasi dan komunikasi. inilah yang kemudian saya sebut sebagai pola pikir entreprneurship. Saya kira ini kata kunci (keyword)dalam pembahasan kali ini.
       Salah satu pola pikir entreprneurship adalah kemampuan menemukan peluang, kemampuan mengubah tantangan, rintangan dan musiban menjadi peluang bisnis. Pada masa pandemi ini kemampuan itu sedang diuji. Bagi mereka yang pola pikir tsb -yang telah saya sampaikan di atas- telah mapan maka segala kondisi tidak akan mampu mematikan kreatifitas dan inovasinya. Tetapi sebaliknya bagi mereka yang bisnisnya dilakukan karena keterpaksaan ekonomi, maka kondisi new normal saat pandemi ini menjadi  masalah besar.
      Dari paparan diatas, dapat saya simpulkan bahwa pada masa serba online ini, salah satu faktor penentu keberlanjutan bisnis adalah jaringan bisnis, seberapa banyak pembisnis miliki teman, sahabat, saudara dan kerabat yang dapat diubah statusnya menjadi pasar atau konsumen. Maka pertanyaan menarik saya -kalau anda mau jadi pembisnis kekinian- berapa follower ig-mu, berapa teman fb-mu, berapa subcriber chanel youtubemu? yang akan setia menanti postingan medsos anda dan menjadi konsumen setia/fanatik anda. ini sebagai kalimat pembuka saja untuk masuk pada pembahasan selanjutnya.
      Selanjutnya secara praktis, dalam menghadapi kondisi ini, setidaknya ada 5 sektor peluang usaha yang cukup prospektif, yakni sektor kesehatan, sektor pangan, sektor Informasi teknologi (IT), sektor ritel dan pengolahan bahan pangan, sektor jasa lainnya. Pertama, sektor kesehatan, artinya bisnis yang berkaitan langsung dengan pemeliharaan kesehatan, misalnya produksi cairan disinfektan dan sabun cair, penyedia obat-obatan dan jamu, penyedia masker dan sarung tangan, penyedia alat pelindung diri,penyedia madu. Kedua, sektor pangan. Pangan menjadi sektor sentral, karena menjadi penentu ketersediaan kebutuhan masyarakat, baik bahan pokok –beras, jagung, singkong, ubi, gandum dll-, sayur-sayuran dan buah-buahan, produksi madu, kurma. Ketiga, sektor Informasi dan Tekologi (IT). Sektor ini memberikan peluang besar bagi para praktisi IT, untuk menyediakan perlengkapan dan tools untuk menunjang pembelajaran online, meeting dan conference online, jual beli online, pasar online. Selain itu juga dapat menyediakan jasa cloud hosting, juga yang tak kalah jasa pembuatan web dan design online dan masih banyak lainnya. Keempat, sektor ritel dan pengolahan bahan pangan. sektor ini adalah sektor penghubung/lanjutan dri sektor pangan. Jual beli makanan beku mungkin cukup menarik, bisnis pengemasan masakan, pengolahan cake dan kue, dan lain-lain. Kelima, sektor jasa lainnya, misalnya jasa antar jemput barang, antar jemput belanjaan,dan lain-lain.
Demikian bahan pemantik diskusi pada malam ini, monggo dikritisi atau dibantah sebagai bagian dari pengembangan ilmu pengetahuan. Terimakasih.

Kamis, 14 Mei 2020

Kondisi BMT terpuruk, apa kontribus kita?

          Sekarang ini para akademisi dan pemegang kebijakan di negeri ini sedang banyak berbicara tentang kontribusi lembaga keuangan syariah pada masa pandemik covid-19. Seminar dan webinar sedang trend dilakukan oleh banyak lembaga yang konsen terhadap ekonomi syariah baik Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) ataupun Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS), Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), Bank Indonesia (BI), Kampus yang memiliki jurusan ekonomi syariah dan banyk entitas lainnya. Dalam seminar dan webinar tersebut banyak memaparkan bagaimana secara konseptual Ekonomi syariah mesti berkontribusi ditengah pandemik ini. ini tentu kondisi ideal yang diharapkan oleh para akademisi, pemangku kebijakan dan masyarakat secara luas di negeri ini. setiap entitas diharapkan berkontribusi positif untuk bersama melawan dan bertahan ditengah gerusan pandemik yang memberikan kecemasan global. Tentu saja juga bukan kontribusi langsung melawan pandemik covid-19, tetapi yang dimaksud adalah dampak ekonomi atas krisis kesehatan yang mewabah ini, khususnya pada pembahasan ini adalah kontribusi BMT atau koperasi syariah.
      Berdasarkan pada kondisi di atas, maka selanjutnya dilakukan penelusuran secara intensif guna melihat kondisi BMT atau koperasi syariah di lapangan. Hal ini untuk menemukan kontribusi apa yang bisa dilakukan BMT atau koperasi syariah dimasa pandemik ini. penelusuran pertama dilakukan di kota Metro dengan fokus BMT Arsyada Metro.
      Sebenarnya BMT dan koperasi syariah telah mengalami kemunduran yang luar biasa, sejak lama bahkan jauh sebelum datangnya covit-19. Banyak persoalan yang berat yang harus dihadapi BMT dan koperasi syariah secara umum. di banyak kota telah didengar kabar banyak BMT dan koperasi syariah yang gulung tikar dan menutup beberapa cabangnya dengan berbagai alasan, mulai dari alasan penyelewengan oleh pengurus, menelantarkan nasabah, kekurangan moda kerja, besar pasak dari pada tiang oleh karena banyaknya cabang, persoalan pembiayaan bermasalah dan lain sebagainya. kondisi ini memberi pengaruh yang cukup besar dalam mengikis kepercayaan (trust) nasabah dan masyarakat pada umumnya. Bagaimana mungkin nasabah akan menyimpan dananya di BMT dan koperasi syariah jika trust telah hilang. Yang terjadi adalah nasabah secara beramai-ramai menarik dananya. Ini  tente menjadi persoalan tersendiribagi BMT, bagaimana mungkin BMT beroperasi tanpa dana dari nasabah. kita ketahui bahwa BMT adalah lembaga intermediasi keuangan, yakni mengelola dana tabungan nasabah dalam bentuk pembiayaan kepada nasabah juga dan masih banyak deretan persoalan yang dihadapi oleh BMT dan koperasi syariah.
     Persoalan yang dihadapi ternyata bukan hanya distrust dari masyarakat, tetapi juga sekarang ini BMT dan koperasi syariah seperti kehilangan induknya. Tentu ini informasi yang cukup mengejutkan. Puskopsyah (Pusat Koperasi Syariah) Lampung yang notabene adalah lembaga yang menjadi induk dan juga pendamping bagi BMT dan koperasi syariah, sudah tidak beroperasi lagi. Lembaga yang beralamat di Jl. Imam Bonjol Hadimulyo Metro Barat Metro Lampung
Metro, Indonesia 34111, yang berdiri tahun 2000 ini tidak beroperasi lagi sejak tahun 2014. Jika ditelusuri pada laman facebook Puskopsyah Lampung, postingan terakhir adalah 21 Mei 2014.
    Selain itu juga sejak akhir 2017 dan awal 2018 BMT dan koperasi syariah tidak lagi bisa mengakses permodalan di bank syariah maupun bank umum konvensional. Persoalan komplikasi masalah yang dialami BMT tentu sangat melukai para praktisinya, ditengah harapan besar dari masyarakat dunia akan berkembangnya ekonomi syariah, ia menghadapi serbuan ketidakpercayaan masyarakat, kehilangan perhatian dari induknya, dan tertutupnya akses permodalan, ditambah lagi ketidakberdayaan semua pihak akan kondisi pandemik ini. Lalu siapa yang seharusnya bertanggungjawab atas kondisi terpuruknya BMT di Indonesia ini? Apa kontribusi para akademisi untuk mengembalikan Marwah geliat ekonomi syariah.
    Setiap kampus kini nyaris memiliki jurusan ekonomi syariah, perbankan syariah, akuntansi syariah. Jika kondisi BMT kini terpuruk lalu bagaimana nasib para sarjana ekonomi syariah yang ratusan bahkan ribuan diwisuda setiap tahunnya? Akan kemana mereka mengaktualisasi diri dan keilmuan ekonomi syariahnya. Akankah ekonomi syariah akan hanya menjadi menara gading yang megah, indah dan sejuk pada konsepsinya namun rapuh pada prakteknya.
    

Spin-Off Perbankan Syariah: Catatan Webinar 14 Mei 2020

       Diskusi kali ini (14 Mei 2020) saya kira sangat menarik. Diskusi yang membahas tentang kebijakan spin-off pada perbankan syariah ditengah pandemi covid-19 ini disampaikan oleh Prof. Dr. M. Nur Arianto Al-Arif, M.S.I., seorang profesor muda yang sangat produktif. Diskusi ini merupakan kegiatan rutin diselenggarakan jurusan ekonomi syariah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
       Dalam paparannya pak Al-Arif memaparkan persoalan yang melingkupi kebijakan spin-off bank syariah. Undang-Undang no.21 tahun 2008 tentang perbankan Syariah mengamanatkan bahwa Unit Usaha Syariah (UUS) yang memiliki aset 50% dari aset induknya harus melakukan spin-off (pemisahan). Proses spin-off dilaksanakan paling lambat 15 tahun sejak UU ini disyahkan, yakni tahun 2023. Jika kewajiban ini tidak diterapkan, maka pemerintah, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) saat ini, dapat mencabut izin usaha SBU (PBI nomor 11/10 / PBI / 2009 pasal 43 (1)). Kebijakan ini sesungguhnya didasari asumsi bahwa banyak masyarakat yang menginginkan perbankan yang murni syariah. Artinya langkah strategis ini dilakukan untuk menangkap peluang pasar atau kebutuhan masyarakat akan layanan keuangan syariah.
       Setelah perjalanan panjang kebijakan ini digulirkan, sebagai hasil penelitian Al-Arif menyatakan bahwa tidak ada satupun UUS yang dapat mencapai kriteria memiliki aset 50% dari aset induknya, namun semangat spin-off tetap dilaksanakan dengan kriteria kedua. Tentu ini menjadi masalah baru. Asumsi 50% aset merupakan representasi dari kemampuan survive UUS ketikatelah mandiri. jika kemudian syarat ini tidak terpenuhi dan dipaksa untuk tetap spin-off, bisa dibayangkan bagaimana UUS tersebut mampu survive. Beberapa penelitian juga menyatakan bahwa spin-off tidak memberikan dampak positif terhadap peningkatan kinerja BUS. Ini persoalan pertama.
       Persoalan kedua, bahwa setelah spin-off menjadi mandiri, dari beberapa kasus memperlihatkan bahwa terjadi konflik interest antara induk dengan BUS baru yang notabenenya adalah anak perusahaannya. dengan kata lain UUS yang telah melakukan spin-off dianggap sebagai kompetitor bagi induknya. Sehingga tidak terjadi hubungan harmonis antara induk dan mantan anak, begitu kira-kira. Persoalan ketiga, masalah Sumber daya manusia. Beberapa kasus menunjukkan bahwa spin-off juga memberikan stigma baru, bahwa karyawan yang dengan high quality lebih memilih tetap di kantor induk, dan karyawan low quality lah yang mendapat tugas ditempat baru hasil spin-off. Atau dalam kasus yang lain, ada kepentingan pimpinan untuk mendapatkan posisi baru dengan fasilitas yang baru pula.
       Persoalan keempat, adalah tingginya cost yang harus dikeluarkan ketka akan melakukan spin-off. Biaya terbesar terletak pada pengadaan IT. Jika UUS yang spin-off masih mendapat support IT dariinduknya tentu akan sangat baik. Karena tidak lagi memerlukan cost tinggi pengadaan IT seperti BNI dan BNI Syariah masih menggunakan IT yang sama. Namun menjadi persoalan disaat bank induknya melepas begitu saja, seperti BRI Syariah dan lain-lain.
       Melihat persoalan sebagaimana dipaparkan di atas, yang akhirnya kebijakan spin-off tidak dapat meningkatkan kinerja BUS, artinya kinerjanya cenderung stagnan bahwa memburuk, maka sepertinya kebijakan spin-off ini memerlukan perubahan-perubahan guna memperbaiki kinerja dan citra bank Syariah di Indonesia. Catatan akhir dari diskusi ini, bahwa kebijakan spin-off akan berhasil jika UUS yang akanmelakaukan spin-off kinerja keuangannya sudh baikdan masih mendapatkan support system dari induknya. Belajar dari pengalaman di beberapa daerah yakni Aceh dan NTB, kebijakan spin-off bahkan konversi syariah telah dilakukan dengan baik. 
       Catatan kecil ini saya persembahkan untuk anda, pemerhati, pecinta, penggiat ekonomi syariah danperbankan Syariah. Salam.
   

Jumat, 01 Mei 2020

Sinau online vol.1 ala Komplek: strategi BMT ditengah pandemi covid-19


       Ditengah segala ketidakpastian baik kesehatan, sosial juga ekonomi, Komplek sebuah komunitas sinau bersama turut berkontribusi dengan menggelar diskusi online via zoom dengan tajuk strategi BMT ditengah Pandemi Covid-19 dan menghadirkan sahabat Fuad Ashari, praktisi dari BMT Arsyada Metro pada 1 Mei 2020. Diskusi menggunakan aplikasi zoom merupakan pengalaman yang berbeda dari biasanya. mungkin saja tidak kan dialami jikalau tidak ada pendemi diantara kita. selain itu menggunakan aplikasi ini juga memiliki tantangan yang juga baru, kita sebagai penyelenggaranharus membuat jadwal pelaksanaan dan membagikan linknya kepada peserta. tidak sampai disitu persoalan lain muncul yakni persoalan sinyal yang kurang bersahabat, sehingga peserta cenderung bolak balik untuk masuk meeting, atau suara yang tak terdengar peserta lain. Apalagi dengan kuota terbatas menjadikan aplikasi ini memberikan sensasi tersendiri. lupakan tentang aplikasi zoom, kita kembali kepada diskusi online.
      Pukul 19.50 WIB saya yang juga sebagai host mencoba memulai meeting. beberapa tombol saya coba untuk memastikan fungsi dari tombol-tombol tersebut. lambat laun saya mulai memahaminya. tak lama satu persatu peserta yang masuk, kemudian saya admit pertanda bahwa peserta diperkenankan mengikuti diskusi. ada juga tombol remove yangmenjadi pertanda peserta tertentu tidak diperkenaankan mengikuti diskusi. pada proses ini, saya baru tahu bahwa menjadi host cukup merepotkan juga. Bayangkan kalau pesertanya ada 100 orang berarti saya harus 100 kali admit. belum lagi kalau  satu peserta bolak balik masuk karena gangguan sinyal.
     Kemudian satu per satu peserta hadir dan sudah mulai ramai. Kemudian saya mengecek peserta siapa-siapa saja yang telah hadir, dari hasil pemantauan moderator sudah hadir dan kami sudah saling menyapa. waktu telah menunjukkan pukul 20.10, saya sedikit panik adalah ternyata narasumber belum masuk. Setelah beberapa kali dihubungi baru kemudian yang bersangkutan masuk. 
    Diskusipun dimulai dengan kata pengantar dari diana ambarwati yang ecaknya sebagai founder Komplek yaitu saya sendiri. dalam sambutan saya menyampaikan bahwa diskusi ini adalah sinau online perdana yang dilaksanakan pada ramadhan ini, dan akan berlanjut dengan diskusi-diskusi lanjutan dengan tema yang beragam. tak lupa disampaikan juga tujuan dari dilaksanakannya diskusi ini yakni adanya desakan pemikiran dari beberapa pihak baik praktisi ekonomi  dan juga akademisi yag menuntut peran sosial dari Lembaga Keuanagan Syariah dalam menghadapi pandemik ini. Kemudian muncul pertanyaan apakah kondisi dilapangan memungkinkan BMT sebagai lembaga keuangan yang mandiri, tanpa payung, tanpa lembaga penyokong dana dapat melaksanakan fungsi ini.untuk itulah untuk beberapa sesi ke depan Komplek akan menghadirkan narasumber  dari Lembaga Keuangan Syariah yang ada di Lampung. dan ternyata apa yang saya sampaikan itu tidak dapat didengar oleh peserta, karena suara saya sangat kecil, mungkin karena saya tidak menggunakan headset. maka besuk saya akan membelinya agar suara merdu saya dapat terdengar peserta.
     Setelah itu diskusipun dimualai, dipandu dosen muda progresif, (yang mudah-mudahan segera menjadi dosen PNS di UIN Raden Fatah Palembang) Mutmainah Juniawati diskusi ini menjadi begitu menarik. Seteah memberikan sedikit ulasan tentang arah diskusi, mbak mut (biasa kami sapa) memprsilahkan man fuad sebagai narasumber untuk memberikan wacana dan gambaran singkat sebagai pemantik diskusi. Mas Fuad mengawali paparan singkat dengan menceritakan kondisi BMT (baitul maal wattamwi) atau koperasi syariah terkini. Bagaimana BMT yang sejak beberapa tahun lalu diterjang isu tentang ketidakpercayaan nasabah karena banyaknya BMT yang gulung tikar dan menelantarkan nasabahnya. Dengan tertatih-tatih dan dengan mengeluarkan banyak jurus jitu untuk mengembalikan kepercayaan (trust) masyarakat, BMT arsyada yang digawangi mas fuad ini belum juga berhasil memperbaiki citranya. Kini sudah diterjang permasalahan baru yang jauh lebih berat lagi, yakni Covid-19. Tak ayal BMT harus membuat skema dan strategi baru untuk mampu bertahan ditengah Pandemi. Menghadapi permohonan keringanan angsuran nasabah menjadi tanatangan baru, karena disatu sisi BMT sedang membangun ekonominya untuk kembali berdiri kuat, tapi disisi lain bmt juga dihadapkan pada kenyataan bahwa banyak nasabah yang terdampak covid ini. Langkah yang diambil oleh BMT arsyada ini kemudian mencoba menganalisis kemungknan kemampuan membayar nasabah. Jika dari hasil penelitian dinyatakan nasabah memang tidak memiliki kemapuan untuk membayar, maka BMT memberikan keringanan pembayaran atau bahkan menunda pembayaran angsuran nasabah. Namun jika dari hasil penelitian pihak BMT nasabah masih memiliki kemampuan membayar, maka dengan memohon kepada nasabah agar tetap membayar angsurannya. atau juga jika nasabah ingin mengambil dana yang telah disimpan di BMT, maka BMT memcoba memberikan jadwal penarikan dana nasabah. hal ini untuk mengantisipasi resiko likuid keuangan BMT.
       Paparan dari narasumber telah disampaikan. Sinau online yang diikuti oleh dosen, mahasiswa dan para meminat kajian ekonomi syariah, dilanjutkan dengan sesi pertanyaan. dalam sesi ini moderator memberikan informasi bagi yang akan bertanya dapat bertanya langsung atau menuliskan pertanyaannya pada kolom chat grup. Antusiasme peserta sangat dapat dirasakan dari banyaknya pertanyaan yang muncul baik secara langsung maupun via chat grup. Pertanyaan-pertanyaan tersebut meliputi strategi menghadapi permohonan keringanan angsuran, pengelolaan manajemen resiko, pengelolaan CSR, zakat dan infaq untuk yang terpapar covid, dan juga strategi yang mungkin dilakukan jika pandemiini tidak segera berakhir. 
     Mas Fuad selanjutnya menjawab pertanyaan demi pertanyaan sambil sesekali mengungkap fakta yang mungkin luput dari perhatian para akademisi dan pengamat. Yakni Puskopsyah (Pusat Koperasi Syariah) Lampung yang notabene sebagai induk dari koperasi syariah tidak lagi beroperasi, demikian Inkopsyah (induk Koperasi Syariah). Kondisi ini membuat miris, BMT yang menjadi salah satu pilar ekonomi syariah harus berdiri sendiri tanpa pengawasan, pendampingan dan mitra untuk berkembang. ditambah lagi menuru mas Fuad sejaak akhir 2017 BMT sudaah tidak dapat lagi mengakses pembiayaan untuk menambah modal kerja kepada bank umum syariah maupun bank umum konvensional. Pembiayaan hanya dapat dilakukan di BPRS itupun tidak banyak BPRS yang memberikan pembiayaan tersebut. 
    Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 22.00 artinya diskusi ini sudah berjalan kurang lebih 2 jam. Pada akhir diskusi ini moderator memberikan waktu kembali kepada mas fuad untuk memberikan closing statement dan dilanjutkan dengan simpulan dari moderator. Tentu diskusi ini masih meninggalkan banyak kegelisahan dan pemikiran yang mungkin saja masih mengganggu pemikiran kita. tapi kegelisahan dan ketidakpuaskan ini akan terus kita upayakan untuk dipuaskan pada diskusi-diskusi selanjutnya. Jikapun takterpuaskan artinya nalar ingin tahu kita sudah berangsur membaik. Saya kira nalar ingin tahu itulah yang membawa kita kepada proses belajar selanjunya dengan lebih banyak membaca, dan berdiskusi. Terimakasih untuk semua kontribusinya pada pelaksanaan diskusi ini dan bravo untuk kita semua. Jangan puas dengan pengetahuan yang ada sekarang, teruslah belajar, sampai kita tak diberi waktu lagi untuk belajar oleh saang maha kuasa. "Mumpung masih ada waktu"  mengutip lagi Ebit G Ade. (D")

Jumat, 06 Maret 2020

Catatan: Membangun nalar Bersama


Pada 5 Maret 2020 pukul 20.00 WIB saya membersamai Pengurus Cabang menggelar kegiatan yasinan dan orientasi pengurus cabang. Sebenarnya saya kurang sependapat memakai istilah "orientasi". Ingatan saya langsung tertuju pada masa dimana pertama kali menjadi siswa dan mahasiswa, pada saat itu setiap siswa/mahasiswa harus siap untuk menerima "plonco" dari para senior. Saya kira para pengurus organisasi ini semua sudah mumpuni, memiiki skill, memiliki dedikasi yang tinggi untuk organisasi. Namun demikian terlepas asumsi saya tentang term orientasi, yang pasti kegiatan ini sesungguhnya dilaksanakan dalam rangka menyatukan pikiran dan menyamakan frekuensi jajaran pengurus untuk mengemban amanah kepengurusan 1 tahun ke depan. Dengan harapan pengurus dapat membangun dirinya dan oraganisasi yakni PMII menjadi lebih unggul dan terdepan diantara OKP yang lain.
Di era sekarang ini tantangan menjadi pengurus cukup berat. Banyak persoalan yang muncul. Mulai dari pengurus dan kader yang enggan untuk aktif dengan alasan pribadi misalnya ada yang sudah bekerja, ada yang memiliki kesibukan lain, males, kurang semangat, canggung, tidak berani, terbentur jadwal mengaji, ada tuntutan ekonomi dan lain sebagainya.  Sampai dengan persoalan politik kepentingan yang mendera, hal ini terjadi karena pola komunikasi yang dibangun tidak tepat, tidak siap menerima perbedaan, adanya sensitifitas antar personal. Persolan di atas adalah persoalan yang muncul dan diinventarisir pada saat pelaksanaan kegiatan orientasi.
Kegiatan ini diikuti oleh lebih dari 17 orang yang secara legal menjadi pengurus cabang. Kegiatan ini menghadirkan Diana Ambarwati, seorang dosen dan juga bagian dari majelis pembina cabang PMII Metro. Dalam uraiannya ia menyatakan bahwa penting untuk menyamakan persepsi dan frekuensi antar pengurus. Ini dilakukan agar kerja-kerja organisasi lebih terarah dan tepat sasaran. Selain itu ia juga menyatakan bahwa sesungguhnya organisasi merupakan wadah untuk membentuk profil diri di masa yang akan datang setelah tidak menjadi pengurus. Ia mengibaratkan seperti orang yang secara bersama-sama menaiki kapal laut menuju tujuan yang sama. Walaupun tujuannya sesungguhnya bersifat individualis sesuai dengan diri masing-masing, namun semuanya mempunyai tujuan besar yang sama yakni sampai pada tujuan penyeberangan. Untuk itu saya kira para penumpang kapal harus mampu menempatkan dirinya pada posisi yang seharusnya, baik sebagai penumpang, ABK, nahkoda dan lain-lain. Jika masing-masing tidak percaya dan saling meragukan, maka kapal tersebut mungkin saja tidak akan baik jalannya, atau mungkin saja kapal akan diam saja terapung-apung di tengah laut karena mesinnya mati atau bahkan  tenggelam. Demikian juga dengan organisasi, Kesuksesan setiap orang menempatkan diri dan memerankan posisinya dengan baik, akan sedikit banyak menjamin kelangsungan bahkan kemajuan organisasi.
Pada sesi akhir para pengurus diminta untuk menuliskan apa yang menjadi mimpi setiap pengurus, dan hasilnya ditempel di kaca lemari di sekretariat cabang PMII Metro. Karena bagi saya "MENULISKAN KEINGINAN AKAN MEMPERCEPAT KESUKSESAN".
Selamat berorganisasi, selamat menempa dan membentuk profil pribadi dan organisasi Ketum Ari Kurniawan, Sekum Bayu Sugara, Kopri Siti Maysaroh dkk. Tangan terkepal dan maju kemuka